Senin, 30 September 2013

Halo, Ibu Kota!

Perjalanan dimulai, dengan segala emosi yang terpendam dalam hati.
Awalnya, kupikir ini bukan perjalanan untuk bersenang-senang. Agenda dengan nama besar "Munas IMAMUPSI" cukup menggentarkan dan membuat kami berpikir ulang untuk bertindak gegabah. Perjalanan ini dimulai dengan segala keragu-raguan. Tidak ada dana. Kesibukan masing-masing untuk berfokus pada hal-hal lain di luar persiapan. Tanpa pembahasan. Benarkah kami mampu melakukan perjalanan ini? Atau, lebih baik lupakan saja? Hingga pada akhirnya, kami tetap berangkat dengan segala keterbatasan yang ada.

Sedikit lega ketika ada satu kakak tingkat 2009 yang mendampingi kami. Meski kemudian, dapat kukatakan; nyaris sama saja. Keputusannya seringkali gegabah dan ternyata pengalaman maupun pengetahuannya terlalu minim untuk memimpin perjalanan. Akhirnya, untuk beberapa hal kuambil alih terutama dalam hal keakuratan informasi. Tetapi eksekusi jelas tetap ada pada tanggung jawabnya. Aku (sengaja) berlepas diri.

Kedatangan ke Stasiun Lempuyangan yang nyaris terlambat karena saling tunggu. Kereta ekonomi yang berangkat tidak sesuai jadwal dan sampai tujuan masih dini hari. Tidak bisa tidur selama 9 jam perjalanan. Kenalan dari kakak tingkat yang kami pikir dapat menjadi guide ternyata tidak bisa diandalkan. Semua bencana emosi dimulai dari sini. Baiklah, mungkin aku yang terlalu muluk-muluk karena membandingkan perjalanan ini akan efektif efisien dan cekatan sebagaimana perjalanan 'rombongan' menuju Langkawi, dulu. Kami hanya 5 orang, tetapi semua tampak manja dan tidak jelas. Ada satu lelaki yang kurang menujukan jiwa kepemimpinannya dan sedang tidak terlalu sehat, selebihnya perempuan. Satu kakak tingkat, satu teman sepantaran, dan satu adik tingkat.

Oke, pertama kami menuju ibukota yang terkenal keras, terlebih kehidupan malamnya di Stasiun Senen. Kedua, jelas mereka sangat tidak terbiasa melakukan perjalanan. Lihat saja tas-tas yang mereka bawa; dua tas ransel atau satu tas tenteng besar yang penuh dengan satu ransel. Hallooo! Perjalanan minim budget pasti membutuhkan kaki untuk berjalan lebih lama dan diusahakan cepat, maka pakailah tas yang jelas efisien! Aku pribadi membawa tas ransel besar dan satu tas 'cangklong' yang cukup panjang dan kuat. Bisa berjalan cepat namun dikira dua tas ini tidak cukup menyiksaku karena beratnya. Mereka? Jelas selalu tertinggal karena bingung bagaimana cara membawa dengan ringkas. Terlebih wajah bingung dan logat khas Jawa mereka, yang bahkan tidak tahu arti kata 'goceng'. Please! Ini Indonesia yang kebanyakan 'penjaja jasa' memberi tarif tinggi dan memberi informasi minim bagi orang-orang asing yang jelas terlihat wajah kebingungan dan tidak banyak pengetahuan tentang medan yang sedang dihadapinya. Bahkan perkara mencari tempat shalat saja bisa sangat merepotkan. Memang, shalat adalah hal paling krusial dalam hidup kami, kehati-hatian masalah kebersihan dan lain sebagainya wajib diperhatikan, tetapi terkadang hal-hal yang menyulitkan diri juga tidak diperlukan. Pada akhirnya, aku memutuskan dan menyimpulkan, oke, pakai caramu dan aku pakai caraku.

Aku merasa beruntung karena memiliki teman baik yang tinggal di ibukota cukup lama. Ia banyak memberi pengetahuan dan cara-cara efektif untuk sampai tujuan. Jelas, aku memaksa teman rombongan 'tidak percaya' lagi dengan guide yang dijanjikan. Tidak ada siapa-siapa yang bisa diandalkan kecuali diri sendiri. Bahkan, seorang teman itu bisa ditelfon dini hari (kebetulan dia tidak tidur) dan menjelaskan banyak hal yang cukup menenangkan fluktuasi emosiku.

Selesai shalat Maghrib-Isya di lokasi yang 'lumayan' jauh, kami memutuskan kembali ke Stasiun untuk shalat Subuh karena mengejar pembelian tiket KRL pertama menuju Depok, pukul 05.30 WIB. Biarkan mereka yang tidak efisien dan kami mengantri memesan tiket agar tidak kehabisan atau terlambat. Tidak ada yang tahu kondisi ke depan, kan? Maka, bersiap-siap adalah yang terbaik.

Cukup, untuk perjalanan dini hari yang tidak menyenangkan.

Kamis, 26 September 2013 pukul 16.30 WIB - Jumat, 27 September 2013 pukul 05.00 WIB

Sabtu, 14 September 2013

Salam Perkenalan

Bagiku, perjalanan jauh selalu memiliki makna yang berbeda. Entah sesederhana apa pun perjalanan itu, aku selalu mampu memaknainya dengan luar biasa.

Kenapa? Sebenarnya begini, aku dibesarkan dalam keluarga yang cukup konservatif. Aturan-aturan cukup ketat untukku, dan selalu beralasan 'karena kamu perempuan'. Kakak-adik yang keduanya laki-laki juga turut menjagaku dengan kekhawatiran yang diwariskan oleh kedua orang tua kami. Oke, cukup membingungkan ya?

Jadi begini, kami adalah keluarga yang berbahagia dan berkecukupan. Tidak ada hal yang paling aku inginkan kecuali, sering pergi-pergi jauh, berlibur, menikmati perjalanan panjang, dan semacamnya. Tetapi semua keinginan itu terbentur dengan aturan 'aku tidak boleh pergi ke mana pun (luar kota) dan tidak boleh keluar malam jika sendirian'. Itu aturan rumah yang mutlak. Dan menurutku, suatu hal yang tidak memungkinkan jika aku pergi jauh tanpa lebih dulu izin pada orang tua. Sebenarnya, semua tidak akan bermasalah jika kakak atau adikku juga suka perjalanan. Masalahnya, mereka anak rumahan yang sangat-sangat senang jika bisa berlama-lama ada di rumah tanpa pergi-pergi ke manapun. Sangat berbeda denganku yang mudah sekali bosan dan malas berada terlalu lama di rumah.

Untunglah, dengan sekian perjuangan dan tumpahan air mata, aku berhasil keluar dari rumah -dengan izin--. Sekarang aku sedang menjadi anak rantau karena kuliah di kota tetangga. Yah, meskipun nyaris setiap weekend diminta pulang karena jarak perjalan dari kota rantau ke kota kelahiran hanya kurang lebih satu jam, setidaknya aku bisa sedikit lebih bebas di sini. Mulai dari sini pula, aku mengenal 'kehidupan malam'. Bisa juga melakukan perjalanan jauh dengan teman-teman, meski dengan perizinan yang masih cukup ribet. Setidaknya, aku tidak seterkekang dulu.

Untuk itulah, blog ini ada. Sebagai wadah untukku menceritakan kisah dan hikmah perjalanan yang tidak seberapa banyak, tetapi selalu mengesankan untuk dikenang.

PS: 'Kehidupan malam' bagiku bukanlah kehidupan di kelab malam dan sejenisnya. Kehidupan malam bagiku hanyalah bisa pulang di atas maghrib setelah rapat atau makan malam dengan obrolan yang terlalu panjang, begadang di suatu cafe untuk mengerjakan tugas atau proyek, pulang tengah malam dari kampus karena lembur laporan, dan semacamnya.

Kamis, 05 September 2013

Perjalanan Rasa

Halo! Ini adalah blog kesekian, yang kesemuanya tetap aktif. Terkhusus, aku menulis tentang semua perjalanan di sini. Jelas tidak akan objektif, karena menurutku, dan sahabatku,

"Perjalanan menjadi indah dan penuh kenangan, juga jauh lebih menyenangkan, semua bergantung pada 'dengan siapa' kamu melakukan perjalanan itu."

Ya, itulah mengapa banyak sekali buku-buku perjalanan yang tampak emosional dan tidak objektif menceritakan realita yang dilaluinya. Rasa telah tercampur di sana untuk mengolah tulisannya. Dan di sini, aku akan menceritakan semua kisah-kisah perjalanan dengan rasa yang mempersepsikannya.

Kuharap, kamu mampu menikmatinya. Selamat membaca!